KARAKTERISTIK ASPEK-ASPEK KOGNITIF DAN BAHASA PADA PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
KARAKTERISTIK ASPEK-ASPEK KOGNITIF DAN BAHASA
PADA PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
MAKALAH
Untuk
memenuhi tugas matakuliah Perkembangan Peserta Didik yang dibina oleh Bapak Dr.
Adi Atmoko, M.Si.
Oleh
Kelompok 1:
Asmaul
Kusna (170131601064)
Balqis Fitria Rahma (170131601056)
Viana Rahmawati (170131601103)
Widi Ika Cahayani (170131601078)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI
PENDIDIKAN Februari, 2018
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan karunia- Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Karakteristik Perkembangan Peserta Didik”
ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tak lupa kami sampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi semua umat di muka bumi ini dengan
cahaya kebenaran. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah ikut membantu dalam penyelesaian penyusunan makalah ini. Khususnya kepada
dosen pembimbing yaitu Dr. Adi Atmoko, M.Si. yang telah membimbing dan
membagikan ilmunya kepada kami.
Kami selaku penulis menyadari bahwa dalam
makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan kesalahan, baik dari segi
isi maupun dari segi bahasa. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat konstruktif untuk penyempurnaan makalah ini. Kami
berharap agar makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.
Malang,
12 Februari 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR..................................................................................................
i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang..................................................................................................1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................................1
C.
Tujuan
Penulisan...............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Perkembangan Peserta
Didik...........................................................2
B.
Karakteristik Aspek-Aspek Kognitif Pada Perkembangan Peserta Didik.........5
C.
Karakteristik Aspek-Aspek Bahasa Pada Perkembangan Peserta Didik...........11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.........................................................................................................13
DAFTAR RUJUKAN ....................................................................................................14
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan
dapat diramalkan, sebagai hasil dari pematangan. Di sini menyangkut adanya proses diferensiasi
dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem yang berkembang.
Demikian halnya dengan perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku
sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
Aspek– aspek perkembangan individu meliputi fisik,
intelektual, sosial, emosi, bahasa, moral, dan agama. Perkembangan fisik
meliputi pertumbuhan sebelum lahir dan pertumbuhan setelah lahir. Intelektual
(kecerdasan) atau daya pikir merupakan kemampuan untuk beradaptasi secara
berhasil dengan situas baru atau lingkungan pada umumnya. Sosial, setiap
individu selalu berinteraksi dengan lingkungan dan selalu memerlukan manusia
lainnya. Emosi merupakan perasaan tertentu yang menyertai setiap keadaan atau
perilaku individu. Bahasa merupakan kemampuan untuk
berkomunikasi dengan yang lain. Moralitas
merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai, atau
prinsip-prinsip moral. Agama merupakan kepercayaan yang dianut oleh individu.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian dari perkembangan peserta didik?
2.
Bagaimana karakteristik aspek-aspek kognitif pada perkembangan peserta didik?
3.
Bagaimana karakteristik aspek-aspek bahasa pada perkembangan peserta didik?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian perkembangan peserta
didik.
2. Untuk mengetahui karakteristik aspek-aspek
kognitif pada perkembangan peserta didik.
3. Untuk mengetahui karakteristik aspek-aspek
bahasa pada perkembangan peserta didik.
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Perkembangan Peserta Didik
Manusia tidak pernah dalam keadaan statis.
Sejak terjadi proses pembuahan hingga ajal tiba, manusia selalu berubah dan
mengalami perubahan. Perubahan tersebut bisa menanjak, kemudian berada di titik
puncak kemudian mengalami kemunduran. Selama proses perkembangan seorang anak
ada beberapa ciri perubahan yang mencolok, yaitu:
1.
Perubahan
Fisik
Perubahan tinggi badan, berat badan, dan organ
dalam tubuh lainnya misalnya otak,
jantung, dan lain sebagainya.
Perubahan proporsi, Misalnya perubahan
perbandingan antara kepala dan tubuh pada anak.
2.
Perubahan mental
Perubahan yang meliputi : memori, penalaran,
persepsi, emosi, sosial, dan imajinasi. Hilangnya ciri-ciri sikap sosial yang
lama dan berganti dengan ciri-ciri sikap sosial, misalnya egosentris yang
hilang berganti dengan sikap prososial.
Hurlock
(1980: 5-9) ada beberapa prinsip perkembangan menurutnya, yaitu:
a.
Dasar-dasar permulaan adalah sikap kritis.
Prinsip
pertama dalam perkembangan adalah
sikap kritis. Banyak
ahli psikologi menyatakan bahwa
tahun-tahun prasekolah merupakan
tahapan penting. Pada usia
ini diletakkan struktur
perilaku yang kompleks
yang berpengaruh bagi perkembangan sikap anak pada masa
selanjutnya. Misalnya penggunaan tangan kanan atau kiri, dengan latihan yang
diberikan orangtua atau guru anak dapat menggunakan tangan kanan lebih
baik daripada tangan kirinya. Kedua,
perubahan cenderung terjadi apabila orang-orang di sekitar anak memperlakukan
anak dengan baik dan mendorong anak lebih bebas mengekspresikan dirinya. Sikap ini akan
mendorong anak tumbuh dan berkembang. Ketiga
ada motivasi yang
kuat dari diri
individu yang ingin mengalami perubahan. Misalnya anak yang
malas berbicara tidak akan menjadi anak yang terbuka di masa yang akan datang.
b. Peran kematangan dan belajar
Perkembangan dapat dipengaruhi oleh kematangan
dan belajar. Kematangan adalah terbukanya karateristik yang secara potensial
sudah ada pada individu yang berasal dari warisan genetik individu, misalnya
dalam fungsi yang telah diwariskan yang disebut phylogenetik (merangkak, duduk,
dan berjalan). Belajar adalah perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha.
Melalui belajar ini anak-anak memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang
diwariskan (phylogenetik). Hubungan antara kematangan dan hasil belajar dapat
dilihat dalam fungsi hasil usaha (ontogenetik) seperti menulis, mengemudi atau
bentuk keterampilan lainnya yang merupakan hasil pelatihan
c. Mengikuti Pola Tertentu yang Dapat
Diramalkan
Perkembangan mengikuti pola tertentu yang dapat
diramalkan. Misalnya perkembangan motorik akan mengikuti hukum arah
perkembangan (cephalocaudal) yaitu perkembangan yang menyebar ke seluruh tubuh
dari kepala ke kaki ini berarti bahwa kemajuan dalam struktur dan fungsi
pertama-tama terjadi di bagian kepala kemudian badan dan terakhir kaki. Hukum
yang kedua perkembangan menyebar keluar dari titik poros sebtral tubuh ke
anggota-anggota tubuh (proximodistal). Contohnya kemampuan jari-jemari seorang
anak akan didahului oleh keterampilan lengan terlebih dahulu.
d. Semua individu berbeda
Tiap individu berbeda perkembangannya meskipun
pada anak kembar. Anak- anak penakut tidak sama reaksinya dengan anak-anak
agresif terhadap satu tahap perkembangan. Oleh sebab itu perkembangan pada tiap
manusia berbeda-beda sehingga terbentuk individualitas. Walaupun pola
perkembangan sama bagi semua anak, setiap anak akan mengikuti pola yang dapat diramalkan
dengan cara dan kecepatannya sendiri. Beberapa anak berkembang dengan lancar,
bertahap langkah demi langkah, sedangkan lain bergerak dengan kecepatan yang
melonjak, dan pada anak lain terjadi penyimpangan. Perbedaan ini disebabkan
karena setiap orang memiliki unsur biologis dan genetik yang berbeda. Kemudian
faktor lingkungan juga turut memberikan kontribusi terhadap perkembangan
seorang anak. Misalnya perkembangan kecerdasan dipengaruhi oleh sejumlah faktor
seperti kemampuan bawaan, suasana emosional, apakah seorang anak didorong untuk
melakukan kegiatan intelektual atau tidak, dan apakah dia diberi kesempatan
untuk belajar atau tidak.
Selain itu meskipun kecepatan perkembangan anak
berbeda tapi pola perkembangan tersebut memiliki konsistensi perkembangan
tertentu. Pada anak yang memiliki kecerdasan rata-rata akan cenderung memiliki
kecerdasan yang rata-rata pula ketika menginjak tahap perkembangan berikutnya.
Perbedaan perkembangan pada tiap individu mengindikasikan pada guru, orang tua,
atau pengasuh untuk menyadari perbedaan tiap anak yang diasuhnya sehingga
kemampuan yang diharapkan dari tiap anak seharusnya juga berbeda. Demikian pula
pendidikan yang diberikan harus bersifat perseorangan, meskipun dilakukan
secara klasikal atau kelompok.
e. Setiap Perkembangan Mempunyai Perilaku
Karateristik
Karateristik tertentu dalam perkembangan juga
dapat diramalkan, ini berlaku baik untuk perkembangan fisik maupun mental.
Semua anak mengikuti pola perkembangan yang sama dari satu tahap menuju tahap
berikutnya. Bayi berdiri sebelum dapat berjalan. Menggambar lingkaran sebelum
dapat menggambar segi empat. Pola
perkembangan ini tidak akan berubah sekalipun terdapat variasi individu dalam
kecepatan perkembangan. Pada anak yang pandai dan tidak pandai akan mengikuti
urutan perkembangan yang sama seperti anak yang memiliki kecerdasan rata-rata.
Namun ada perbedaan mereka yang pandai akan lebih cepat dalam perkembangannya
dibandingkan anak yang memiliki kecerdasan rata-rata, sedangkan anak yang bodoh
akan berkembang lebih lambat. Perkembangan bergerak dari tanggapan umum menuju
tanggapan yang lebih khusus. Misalnya seorang bayi akan mengacak-acak mainan
sebelum dia mampu melakukan permainan itu dengan jari- jarinya. Demikian juga
dengan perkembangan emosi, anak secara umum akan merespon dengan rasa takut
pada suatu hal yang baru namun selanjutnya akan merepon ketakutan secara khusus
pada hal yang baru tersebut.
f. Harapan sosial pada setiap tahap
perkembangan
Orangtua dan masyarakat memiliki harapan
tertentu pada tiap tahap perkembangan anak. Jika tahap itu tercapai maka
orangtua atau masyarakat akan
berbahagia. Misalnya anak usia 1 (satu) tahun sudah pandai berjalan, jika
sampai usia tersebut anak belum bisa berjalan, maka akan membuat gelisah
orang-orang di sekitarnya pemodelan, sosial-historis, psikonalitik,
psiko-sosial, perkembangan bahasa, dan humanistik. Berikut ini penjelasan
masing-masing teori tentang perkembangan peserta didik
2.
Karakteristik Aspek-Aspek Perkembangan Peserta Didik secara Kognitif
2.1 Di
Tingkat TK
Usia prasekolah memberikan contoh luar biasa
bagaimana anak-anak memainkan peran
aktif dalam pengembangan
kognitif mereka sendiri,
khususnya dalam upaya memahami, menjelaskan, mengorganisasikan, memanipulasi, membangun, dan memprediksi. Anak-anak muda juga
melihat pola dalam objek dan peristiwa dunia dan kemudian berusaha
mengatur pola-pola untuk
menjelaskan dunia itu.
Pada saat yang sama,
anak-anak prasekolah memiliki
keterbatasan kognitif. Anak-anak
prasekolah mengalami
kesulitan mengenddalikan perhatian
mereka sendiri dan
fungsi memori, bingung dalam
menampilkan diri, dangkal dengan realitas, dan
fokus pada satu aspek pengalaman
pada suatu waktu.
Anak-anak prasekolah cenderung
memuat kesalahan lintas budaya
yang sama karena kemampuan kognitif yang belum matang.
Menurut Piaget Tahun 2002 perkembangan kognitif terjadi antara umur 2
dan 7 tahun sebagai tahap
praoperasional. Pada tahap
ini, anak-anak meningkatkan penggunaan bahasa
dan simbol lainya,
mereka meniru perilaku
dan permainan orang dewasa. Anak-anak mengembangkan daya
tarik dengan bahasa tahu kata-kata baik dan buruk. Anak-anak juga memainkan
permainan membuat percaya seperti menggunakan kotak kosong sebagai mobil,
bermain dalam keluarga dengan saudara, dan memelihara persahabatan imajiner.
Selain itu, juga menggambarkan tahap praoperasional dalam hal apa yang
anak-anak tidak bisa lakukan.
Setelah
melewati masa praoperasional, anak
memasuki fase operasional. Piaget menggunakan
istilah operasional untuk
mengacu pada kemampuan
reversible, bahwa ank-anak
belum berkembang. Dengan reversibel, Piaget Tahun 2002 menyebut tindakan mental
atau fisik yang bisa berulang atau menggunakan cara lain yang mirip yang
berarti bahwa mereka dapat menggunakan di lebih dari satu cara atau arah. Anak-
anak terlibat dalam
pemikiran magis, misalnya
ketika berbicara dengan
orang tua mereka melalui
telepon dan kemudian
meminta hadiah, mengharapkan untuk memperoleh hadiah melalui pembicaraan
telepon itu.
5
Piaget percaya bahwa kemampuan kognitif
anak-anak prasekolah dibatasi oleh egosentrisme
atau ketidakmampuan untuk
membedakan antara titik
pandang mereka sendiri dan
sudut pandang orang
lain. Kapasitas egosentris
jelas pada semua
tahap perkembangan kognitif, tetapi
egosentrisme sangat jelas
pada tahun prasekolah. Anak-anak
kecil akhirnya memiliki pandangan, perasaan, dan keinginan yang berbeda.
Kemudian ank-anak bisa menafsirkan motif orang lain dan menggunakan mereka
untuk berkomunikasi saling memberi
intepretasi dan karena
itu lebih efektif
dengan orang lain. Akhirnya,
anak-anak prasekolah belajar untuk menyesuaikan irama vokal mereka, nada, dan
kecepatan untuk mencocokanya
dengan para pendengar.
Karena aktivitas komunikasi
saling membutuhkan antarpihak dan ank-anak prasekolah masih egosentris, mereka
dapat terjerumus ke dalam pidato egosentris, bahkan melahirkan masa frustasi.
Dengan kata lain,
anak-anak dan orang
dewasa dapat mundur
ke pola perilaku sebelumnya ketika sumber daya
kognitif mereka stres dan kewalahan.
Berbeda dengan teori Piaget mengenai
egosentrisme masa kanak-kanak, studi yang
sama menunjukan bahwa
anak-anak dapat melakukan
sesuatu berkaitan dengan kerangka acuan orang lain. Anak
berusia 2 atau 3 tahun, misalnya, telah menunjukan kemampuan untuk
memodifikasi lisan mereka
dalam upaya berkomunikasi
dengan lebih jelas dengan
anak-anak muda. Peneliti
John Flavell menyarankan
bahwa kemajuan ank pertama,
sekitar usia 2
sampai 3 tahun,
anak memahami bahwa
orang lain memilki pengalaman sendiri. Pada tingkat kedua, sekitar umur
4 sampai 5 tahun, anak-anak menafsirkan pengalaman orang lain, termasuk pikiran
dan perasaan mereka.
Khusus anak berusia lima tahun, tertarik pada
bagaimana pikiran mereka dan pikiran
orang lain bekerja.
Anak-anak akhirnya membetuk
teori pikiran, kesadaran, pemahaman tentanf state of
thinking lain serta tindakan yang menyertainya. Anak-anak kemudian dapat
memprediksi bagaimana orang
lain berpikir dan
bereaksi, terutama berdasarkan
pengalaman mereka sendiri di dunianya. Khusus anak berusia 2 sampai 5
tahun jelas menunjukan
bahwa Piaget salah
mengasumsikan bahwa anak-anak praoperasional hanya berpikiran
secara harfiah. Bahkan anak-aak dapat berpikir logis, memproyeksikan diri
sendiri kedalam situasi
orang lain, dan
menafsirkan lingkungannya.
6
Memori
adalah kemampuan untuk
menyandikan, mempertahankan, dan mengingat kembali
informasi yang diperoleh
dari waktu ke
waktu. Anak-anak harus belajar
mengkodekan objek, orang,
dan tempat-tempat; kemudian
bisa mengingatnya dengan memori
jangka panjang. Anak-anak kecil bisa mengingat, seperti halnya anak- anak lain
dan orang dewasa.
Selain itu, anak-anak
ini lebih baik
dari pada sekedar pengakuan mengingat memori tugas.
Para peneliti menduga beberapa kemungkinan penyebab perkembangan ini. Salah satu
penjelasan yang relevan adalah bahwa anak-anak
prasekolah mungkin kekurangan
dalam aspek tertentu
dari perkembangan otak yang diperlukan
untuk kemampuan memori dibandingkan dengan orang dewasa. Bahwa anak-anak
prasekolah tidak memiliki kemampuan numerik yang sama dan jenis pengalaman menarik
pada pengolahan informasi
sebagaimana dimiliki oleh
orang dewasa. Mereka cenderung kurang perhatian selektif (selective attention), yang berarti
ia lebih
mudah terganggu. Pada
sisi lain anak-anak
tidak memiliki kualitas
dan kuantitas yang sama, serta strategi mnemonic efektif sebagai orang dewasa.
Anak-anak
prasekolah menunjukkan minat
yang intern dalam
belajar keterampilan dan mengembangkan inisiatif. Anak-anak memiliki
rasa ingin tahu yang melekat tentang dunianya,
yang menuntut kebutuhan
untuk belajar sebanyak
dan secepat mungkin. Beberapa anak muda mungkin
menjadi frustasi ketika belajar tidak terjadi secepat
atau seefisien yang diinginkan. Ketika
situasi belajar terstruktur
anak- anak mungkin berhasil
-menetapkan tujuan cukup
terjangkau dan memberikan bimbingan dan dukungan- mereka bisa
sangat matang dalam kemampuan memproses
informasi.
2.2 Di
Tingkat SD
Kemampuan berpikir secara sistematis tentang
beberapa topik pada anak, anak usia
sekolah lebih mudah
dari anak-anak prasekolah.
Anak-anak yang lebih
tua telah memiliki metakognisi
(metacognition) yang
lebih tajam, rasa
dunia batin mereka sendiri. Anak-anak ini menjadi
terampil memecahkan masalah. Perkembangan kognitif yang terjadi antara usia 7
dan 11 tahun (tingkat SD) disebut oleh Piaget sebagai tahap operasi konkret (concrete operations stage). Piaget
menggunakan istilah operasi untuk mengacu
pada kemampuan reversibel anak
belum dikembangkan. Reversibel (reversible) oleh Piaget dimaknai sebagai tindakan mental atau
fisik yang dapat terjadi pada lebih dari satu cara atau arah yang berbeda. Pada
tahap operasi konkret, anak-anak tidak
dapat berpikir baik
secara logis maupun
abstrak. Anak usia
ini dibatasi untuk berpikir konkret-nyata, pasti, tepat,
dan uni-direksional- istilah yang lebih menunjukkan pengalaman nyata dan
konkret ketimbang abstraksi.
Anak-anak yang lebih tua tidak menggunakan
pemikiran magis dan tidak mudah disesatkan
seperti anak-anak muda.
Tidak seperti anak-anak
prasekolah, anak-anak sekolah
tahu lebih baik daripada meminta orangtua mereka untuk membawa terbang di
udara seperti yang
dilakukan oleh burung.
Piaget menyatakan bahwa
proses berpikir anak-anak berubah
secara signifikan selama
tahap operasi konkret.
Anak-anak usia sekolah bisa
terlibat dalam klasifikasi
atau kemampuan untuk
mengelompok sesuai dengan figur
dan serial pemesanan
atau kemampuan untuk
mengelompokkan sesuai dengan perkembangan
logis. Anak-anak yang
lebih tua telah
memiliki kemampuan untuk memahami
hubungan sebab-akibat dan
menjadi mahir matematika
dan sains. Memahani konsep
identitas diri sendiri
yang stabil dan
tetap konsisten bahkan
ketika keadaan berubah konsep lain ditangkap oleh anak-anak yang lebih
tua. Misalnya, anak yang lebih memahami konsep identitas stabil dari seorang
ayah menjaga identitas laki- laki, terlepas dari apa yang dia pakai atau
bagaimana ia menjadi tua.
|
Anak-anak
pada awal tahap
operasi konkret menunjukkan
konservasi atau kemampuan untuk
melihat bagaimana sifat
fisik tetap konstan
sebagai tampilan dan mengubah
bentuk. Tidak seperti
anak-anak prasekolah, anak-anak
usia sekolah memahami bahwa
jumlah yang sama dari tanah
liat hitam yang
diberi bentuk yang berbeda tetap sama jumlahnya. Seorang
anak operasional konkret akan memberi tahu bahwa lima bola
golf adalah sama
dengan jumlah lima
buah kelereng, tapi
bola golf lebih besar
dan akan menggunakan
lebih banyak tempat
daripada kelereng, kecuali kelerengnya sama
besarnya dengan bola
golf. Piaget percaya
bahwa kemampuan kognitif
praoperasional dibatasi oleh egosentrisme ketidakmampuan untuk memahami sudut
pandang orang lain. Tapi egosentrisme itu tidak ditemukan pada anak-anak pada
tahap operasi konkret.
Pada tahun-tahun sekolah,
anak-anak biasanya belajar
bahwa orang lain memiliki padangan, perasaan, dan keinginan mereka
sendiri.
Model
perkembangan kognitif Piaget
telah mengundang kontroversi
dan banyak diperdebatkan akhir-akhir ini. Hasil penelitian eksperimental
telah melahirkan temuan baru yang bertentangan dengan aspek-aspek tertentu dari
teori Piaget. Sebagai contoh, ahli teori
kognitif seperti Robert
Siegler telah menjelaskan
fenomena konservasi itu tidak
tiba-tiba alias lambat.
Aturan perubahan progresif
yang dialami oleh anak guna memecahkan
masalah, bukan perubahan mendadak dalam kapasitas dan skema kognitif.
Penelitian lain menujukkan
bahwa anak-anak yang
lebih muda dan lebih
tua berkembang dengan
berjalan melalui kontinuum
kapasitas bukan sekedar serangkaian tahapan diskrit. Selain
itu, para peneliti percaya bahwa kemampuan anak- anak dalam mengerti dan
memahami jauh lebih dari apa yang dikemukakan dalam teori Piaget. Dengan
pelatihan, misalnya, anak-anak
muda dapat juga
melakukan banyak tugas
yang sama sebagai
anak-anak yang lebih
tua. Para peneliti
juga menemukan bahwa anak-anak tidak
sebagai sosok yang egosentris, tergantung, magis, atau konkrit sebagaimana dikemukakan
oleh Piaget dan
bahwa perkembangan kognitif
mereka sangat ditentukan oleh pengaruh biologis dan budaya.
Ingatan
Anak usia sekolah lebih baik pada keterampilan
mengingat daripada rata-rata anak-anak
yang berusia di bawahnya. Lebih dari
sekedar memahami dunianya, anak- anak
yang lebih tua
lebih tertarik pada
saat encoding dan mengingat
informasi. Di sekolah, anak-anak
yang lebih tua
juga belajar bagaiman
menggunakan perangkat mnemonik
(mnemonic devices) atau
strategi memori. Menciptakan
lirik lucu, merancang akronim, chunking
fakta (menyusun daftar panjang item ke dalam tiga atau empat kelompok),
dan melatih mengingat
fakta (mengulanginya berkali-kali) membantu anak-anak mengingat
jumlah yang semakin rumit dan jenis informasi. Anak- anak dapat
mengingat lebih banyak
ketika berpartisipasi dalam
pembelajaran kooperatif, dimana pendidikan diawasi oleh orang dewasa
bergantung pada rekan-rekan berinteraksi, berbagi, merencanakan, dan mendukung
satu sama lain. Anak usia sekolah juga mulai memperlihatkan metamemory atau kemampuan memahami sifat
memori dan memprediksi seberapa baik seseorang akan mengingat sesuatu. Metamemory membantu anak-anak merasa
berapa banyak waktu belajar yang diperlukan untuk tes matematika minggu depan,
misalnya.
Anak yang cerdas
Psikolog intelegensi dan otoritas lainnya
sangat tertarik pada kecerdasan anak. Kecerdasan adalah
kapasitas kognitif yang
merujuk pada pengetahuan,
adaptasi, dan kemampuan seseorang
untuk berpikir dan
bertindak secara sengaja.
Sifat multifaset kecerdasan memerlukan
perbedaan antara kecerdasan
dasar (IQ akademis)
dan kecerdasan terapan (IQ praktis). Misalnya, Howard Gardner
berpendapat bahwa anak- anak
menunjukan kecerdasan ganda (multiple
intelligences), termasuk kemampuan
di bidang musik, gerakan yang
kompleks, dan empati. Demikian pula, Robert Sternberg mengemukakan teori
kecerdasan yang menyatakan bahwa teori kecerdasan terdiri dari tiga faktor
yaitu: keterampilan pengolahan informasi, konteks, dan pengalaman. Ketiga
faktor menentukan kognisi atau perilaku yang cerdas.
10
2.3 Di
Tingkat SMP dan SMA
Kebanyakan
peserta didik mencapai tahap operasi formal (formal operations) versi Piaget pada usia sekitar 12 tahun atau
lebih, dimana mereka mengembangkan alat baru untuk memanipulasi informasi. Pada
fase sebelumnya, ketika masih sebagai anak- anak mereka
hanya bisa berpikir
konkret. Ketika memasuki
tahap operasi formal mereka bisa
berpikiran abstrak dan
deduktif. Peserta didik
pada tahap ini
juga mempertimbangkan masa depan,
mencari jawaban, menagani
masalah, dengan fleksibel,
menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan, atas kejadian yang mereka tidak
mengalami secara langsusng.
Titik
puncak atau jatuh
tempo perkembangan kognitif
terjadi ketika peserta didik sudah memasuki usia dewasa dan
jaringan sosial makin berkembang. Ketika itu pula kemampuan
otak dan jaringan
sosial menawarkan lebih
banyak kesempatan dibandingkan
dengan fase sebelumnya untuk bereksperimen dengan kehidupan. Karena itu, pengalaman
duniawi memainkan peran
besar kehidupan. Karena
itu, pengalaman duniawi memainkan
peran besar dalam
mencapai tingkat operasi
formal, meski tentu tidak
semua remaja mampu
memasuki tahap perkembanagan
kognitif yang ideal. Karena
itu pula, sebagai
peserta didik yang
sesungguhnya cerdas namun
berprestasi kurang (underachiever).
Akibat tidak mengoptimalkan diri.
Banyaknya hasil
studi yang menunjukan
bahwa kemampuan rasional
yang abstrak dan kritis
berkembang melalui proses
pendidikan dan pembeljaran,
serta penelitian secara melalui
proses pendidikan dan
pembelajaran, serta pelatihan
secara kontinyu. Sebagai contoh,
penalaran sehari-hari siswa
mengalami peningkatan sejak tahun-tahun pertama
belajar hingga menamatkan
pendidikan jenjang tertentu.
Hal ini menunjukan nilai
pendidikan dalam pematangan
kognitif itu dirangsang
oleh kontinulitas dan konsistensi
poroses aktivisi. Fenomena
ini tidak untuk diberi
makna bahwa kecerdasan intelektual seseorang terus meningkat, karena ada
titik optimumnya.
11
Sternberg tahun
2008 menyebutkan bahwa
kecerdasan terdiri dari
tiga aspek atau dikenal dengan
triarkis teori (triarchic theory),
yaitu: componential, experiential,
berwawasan, dan kontektual adalah
aspek praktis. Kebanyakan tes kecerdasan (Tes IQ) hanya mengukur
kecerdasan komponensial, walaupun
ketiganya diperlukan untuk memprediksi keberhasilan akhir
seseorang dalam hidupnya. Dengan demikian peserta didik harus belajar untuk
memecahkan aneka masalah.
Dapat
dijelaskan bahwa kecerdasan komponensial (componential
intelligence) bermakna
kemampuan untuk menggunakan
strategi pemrosesan informasi
ketika peserta didik mengidentifikasi dan
berfikir tentang pemecahan
masalah dan mengevaluasi hasil.
Individu yang kuat
dalam kecerdasan komponensial
umumnya memperoleh hasil baik
pada tes mental
standar. Juga terlibat
dalam kecerdasan
komponensional adalah metakognisi
(metacognition), yang
merupakan sebuah proses kesadaran kognitif
seseorang, suatu kemampuan
pribadi yang oleh
beberapa ahli di klaim sangat penting untuk memecahkan
masalah.
Kecerdasan
eksperiensial (experiential intelligence) adalah
kemampuan metrasfer
pembelajaran secara efektif
untuk memperoleh keterampilan
baru. Dengan kata lain, kecerdasan
ekperiensial adalah kemampuan untuk membandingkan informasi lama dan
baru, dan untuk
menempatkan fakta bersama
dengan cara-cara yang
asli. Inividu yang kuat
dan kecerdasan ekperiensial
atau kecerdasan pengalaman
mampu mengatasi dengan baik hal-hal baru dan cepat belajar membuat
tugas-tugas baru secra otomatis.
Kecerdasan
kontekstual (contextual intelligence) adalah
kemmpuan untuk menerapkan kecerdasam
praktis, termasuk memiliki
kepedulian sosial, budaya,
dan konteks historis. Individu
yang kuat dalam
kecerdasan kontekstual dengan
mudah beradaptasi dengan lingkungan
mereka, dapat berubah
ke lingkungan lainnya,
dan bersedia memperbaiki lingkungan
mereka bila diperlukan.
Suatu bagian penting
dari kecerdasan kontekstual adalah
pengetahuan diam-diam (tacit konowladge) atau perolehan pengalaman yang “cerdas” yang
tidak secara langsung diajarkan. Contohnya, adalah mengetahui
cara memotong alur
kerja birokrasi kelembagaan
dan manuver melalui sistem
pendidikan dengan paling sedikit menimbulkan kerumitan.
3.
Karakteristik Aspek-Aspek Perkembangan Peserta Didik secara Bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang
lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana
pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau
gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar, atau
lukisan. Dengan bahasa, semua manusia dapat mengenal dirinya, sesama manusia,
alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama. Usia sekolah
dasar ini merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai
perbendaharaan kata. Pada masa ini, anak sudah menguasai sekitar 2.500 kata, dan apada masa akhir (usia
11-12 tahun) telah dapat menguasai sekitar 500.000 kata ( Syamsuddin, 1991).
Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang lain,
anak sudah gemar membaca atau mendengarkan cerita yang bersifat kritis. Pada
masa ini tingkat pemikiran anak lebih maju, dia banyak menanyakan waktu dan
sebab akibat. Oleh sebab itu kata yang digunakanpun yang semula hanya “apa”
sekarang sudah diikuti dengan pertanyaan “dimana”, “darimana”, “kemana”,
“mengapa”, dan “bagaimana”.
Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi
perkembangan bahasa, yaitu sebagai berikut:
a.
Proses jadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang
(organ- organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
b.
Proses belajar, yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk
berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau
meniru ucapan/kata-kata yang didengarkannya. Kedua proses ini berlangsung sejak
masa bayi dan kanak-kanak, sehingga pada usia anak memasuki sekolah dasar sudah
sampai pada tingkat dapat membuat kaliamat yang lebih sempurna, dapat membuat
kalimat majemuk, dan dapat menyususn dan mengajukan pertanyaan.
Di sekolah diberikan pelajaran bahasa yang
dengan sengaja menambah perbendaharaan katanya, mengajar menyusun struktur
kalimat, peribahasa, kesustraan, dan keterampilan mengarang. Dengan dibekali
pelajaran bahasa ini, diharapkan peserta didik dapat menguasai dan
mempergunkannya sebagai alat untuk:
a.
Berkomunikasi dengan orang lain. b.
Menyatakan isi hatinya.
c.
Memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya. d. Berpikir (menyatakan gagasan atau pendapat).
e. Mengembangkan kepribadiannya, seperti
menhyatakan sikap dan keyakinannya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perkembangan
kognitif merupakan perubahan kemampuan berpikir atau intelektual.periode ini
adalah tahap dimana
kemampuan berpikir manusia
mengalami peningkatan yang cukup
signifikan terutama pada
awal kelahiran, sejalan
dengan otak perkembangan biologis.
Aspek-aspek pertumbuhan dan
perkembangan antara lain: perkembangan kecerdasan/intelek,
temperamen (emosi), sosial, bahasa, bakat khusus dalam perbedaan individual unik.
Prinsip-prinsip
perkembangan peserta didik
meliputi perkembangan
adalah proses yang
tak berakhir, setiap
anak bersifat individual
dan berkembang sesuai dengan perkembangannya, semua aspek perkembangan
saling berkatan, perkembanagan berlangsung dari kemampuan bersifat umum menuju
ke bersifat khusus, serta perkembangan itu terarah dan dapat diramalkan.
DAFTAR RUJUKAN
Danim,
S. 2010. Perkembangan Peserta Didik. Bandung:
Alfabeta.
Yusuf, Syamsu. 2014. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Karso,
dkk (Ed). 1982. Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Pusat Perkembangan
Penataran
Guru Tertulis, Depdikbud.
Hurlock,
Elizabeth. 1980. Terjemahan Istiwidayanti dan Soedjarwo. Psikologi
Perkembangan
Sepanjang Rentang Kehidupan.
Jakarta: Erlangga. Syamsyuddin, Abin. 1990. Psikologi
Pendidikan. Bandung: PPB-FIP IKIP Bandung.
Sternberg, Robert. (2008). Psikologi Kognitif. Edisi Keempat.
Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Piaget, Jean.
2002. Tingkat Perkembangan Kognitif.
Jakarta: Gramedia.
Komentar
Posting Komentar