KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI NEGARA BERKEMBANG


KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI NEGARA BERKEMBANG

Afra Irrene Fredyski
Viana Rahmawati

Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Malang Jl. Semarang Nomor 5 Malang 65145

Abstract: The education policy in developing countries was originally a policy of the colonial era. Because education policy, developed at the time of independence. The characteristics of education policies in developing countries such as being realistic or giving more opportunities to the smallest community and not giving more opportunities to the smallest community, and not giving more to most people. In addition, there are general problems in education in developing countries such as Indonesia. One of them is the lack of qualified teachers. The reason is the low quality of teachers. From this presentation, this article will discuss the characteristics of education policies in developing countries, several examples of education policies and government programs in Indonesia, general problems of education in developing countries, and the causes of the low quality of education in the developing world.
Keyword: policy, education, developing countries.
Abstrak: Kebijakan pendidikan di negara berkembang awalnya adalah kebijakan dari zaman kolonial. Karena kebijakan pendidikan, berkembang pada saat zaman kemerdekaan. Adapun ciri-ciri kebijakan pendidikan di negara berkembang seperti sifatnya yang realistis atau lebih banyak memberikan kesempatan kepada sekecil masyarakat dan tidak lebih banyak memberikan kesempatan kepada sekecil masyarakat, dan tidak lebih banyak memberikan kepada sebagian besar masyarakat. Selain itu adapun masalah umum pendidikan di negara berkembang seperti di Indonesia. Salah satunya yaitu kurangnya guru yang qualified. Penyebabnya yaitu rendahnya kualitas guru. Dari pemaparan tersebut, artikel ini akan membahas tentang ciri-ciri dari kebijakan pendidikan di negara berkembang, beberapa contoh kebijakan pendidikan dan program pemerintah di Indonesia, masalah umum pendidikan di negara berkembang, serta penyebab rendahnya kualitas pendidikan di dunia berkembang.
Kata kunci: kebijakan, pendidikan, negara berkembang.


Kebijakan pendidikan merupakan garis pedoman atau pengaturan-pengaturan tertentu sehingga tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan oleh stakeholder lembaga pendidikan itu. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, negara berkembang sendiri memiliki arti suatu negara yang memiliki ciri-ciri antara lain, pertanian tradisional merupakan faktor produksi primer, industri belum berkembang, jumlah dan tingkat pertumbuhan penduduk besar, pendapatan per kapita rendah, serta sumber alam belum banyak yang terolah. Suatu kebijakan pendidikan yang diterapkan di dalam suatu negara akan sangat berdampak pada kualitas pendidikan di negara tersebut kedepannya. Sehingga akan juga berimbas pada kualitas generasi muda penerus bangsa tersebut.
Agar tercapai tujuan pendidikan di suatu negara secara efektif dan efisien diperlukan adanya pemahaman baik mengenai kebijakan pendidikan di negara berkembang. Untuk itu setiap komponen negara harus bisa menjalankan kebijakan pendidikan yang sudah diatur. Negara berkembang perlu adanya kebijakan pendidikan seperti negara maju, agar negara berkembang juga tidak kalah dengan negara-negara yang sudah maju.
PEMBAHASAN
Ciri-ciri Kebijakan Pendidikan di Negara Berkembang
Adapun ciri-ciri kebijakan pendidikan. Menurut Mas Achmad Icksan (dalam Imron, 2008) ciri-ciri kebijakan pendidikan yang merupakan warisan kolonial. Pertama, sifatnya yang realistis atau lebih banyak memberikan kesempatan kepada sekecil masyarakat dan tidak lebih banyak memberikan kesempatan kepada sebagian besar masyarakat. Realitas demikian tampak mula-mula pada awal-awal kemerdekaan terutama dalam hal kesempatan mendapatkan layanan pendidikan, meskipun pengejawantahannya akhirnya lebih bersentuhan dengan persoalan mutu pendidikan. Tampak sekali, bahwa layanan pendidikan yang bermutu, tetap dinikmati oleh kalangan terbatas, sementara kalangan kebanyakan, sekadar mendapatkan layanan pendidikan yang dari segi kualitas sangat memprihatinkan. Keluhan mengenai mutu pendidikan yang akhir-akhir ini pernah mencuat ke permukaan, agaknya dapat dilihat dari sudut pandang ini.
Kedua, berorientasi sosio-ekonomi. Orientasi sosio-ekonomi demikan itu berkaitan dengan jaringan  ekonomi international dimana negara-negara maju berposisi sebagai sentralnya, sementara negara-negara berkembang sekadar sebagai periferaunya. Dalam kedudukan sebagai periferaunya, negara berkembang umumnya secara ekonomi masih tinggi tingkat dependensinya terhadap negara maju, bantuan-bantuan yang di berikan dalam bentuk pinjaman bagi pelaksanaan pendidikan di negara-negara berkembang, umumnya justru memperkukuh dependensi tersebut. Jika secara ekonomi hal demikian masih bergantung dan belum mandiri, maka dalam hal stategi pencapaian tujuan pendidikannya pun masih tetap bergantung. Tidak jarang, pembaruan-pembaruan di bidang pendidikan, umumnya dimulai dari negara maju; dan begitu di negara maju sudah ditinggalakan baru dimulai dan digalakkan di negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang seolah-olah terombang-ambing oleh pasang surutnya, naik turunnya, dan jaya hancurnya. Konsep-konsep mengenai pendidikan di negara-negara maju.
Ketiga, liberal, rasional, individual, achiviement oriented (berorientasi pada pencapaian) dan social alianted (bersosialisasi). Ciri-ciri pendidikan demikian, umumnya berbeda dan bahkan berlawanan dengan ciri-ciri masyarakat dan nilai-nilai yang berkembang di negara-negara berkembang. Pendidikannya liberal, pada masyarakatnya menjunjung tinggi nilai-nilai kolektivisme; pendidikannya menanamkan rasionalitas, padahal masyarakat negara-negara berkembang banyak juga mempunyai budaya-budaya yang tidak saja mengembangkan rasionalitas melainkan juga segi-segi emosional dan batiniah; pendidikannya individual padahal masyarakatnya menjunjung tinggi kesetiakawanan sosial dan gotong royong; pendidikannya achiviement oriented secara sempit sekadar prestasi akademik di kelas; pendidikannya social alianted padahal masyarakatnya menginginkan sosialisasi siswa dengan lingkungannya.
Keempat, tidak berakar pada tradisi dan budaya setempat. Hal demekian sangat memprihatinkan, oleh karena pendidikan pada dasarnya adalah pewaris budaya dari generasi sebelumnya kepada generasi sesudahnya atau penerusnya. Oleh karena tidak berakar pada tradisi dan budaya setempat, maka para siswanya bisa mengalami keterasingan budaya.
Kelima, berorientasi pada masyarakat kota. Ini juga sangat memprihatinkan mengingat sebagian besar wilayah negara-negara berkembang justru terdiri dari pedesaan. Orientasi ke kota demikian, lambat atau cepat, langsung maupun tidak langsung, bisa menjadikan penyebab lulusan-lulusan pendidikan lebih tertarik dengan kehidupan kota ketimbang bangga membangun desanya. Tingginya angka perpindahan penduduk ke kota-kota besar, yang lazim menimbulkan efek-efek sampingan sosial, agaknya juga dapat dilihat dari sudut pandang ini.
Ciri-ciri diatas merupakan ciri-ciri kebijakan pendidikan di negara berkembang yang merupakan warisan kolonial. Kebijakan pendidikan di negara berkembang sendiri tepatnya di Indonesia tidak terlepas dari campur tangan zaman kolonial. Karena, pada saat pertama kali negera berkembang merdeka, mereka belum sempat membuat kebijakan pendidikan sendiri berdasarkan dengan kebutuhan realistik rakyatnya. Kebijakan pendidikan sendiri pun tidak terlepas dari bidang lainnya seperti di bidang ekonomi, politik dan sebagainya.
Kebijakan Pendidikan di Negara Berkembang
Kebijakan yang biasa disebut policy sangat berbeda dengan kebijaksanaan yang disebut wisdom. Kebijakan merupakan suatu cara mencapai tujuan bersama yang dibuat untuk dilakukan oleh pelakunya untuk menyelesaikan masalah yang ada. Kebijakan pendidikan sendiri merupakan suatu kebijakan untuk menyelesaikan suatu masalah di dunia pendidikan agar dapat terpecahkan. Apalagi untuk negara berkembang sangat diperlukan sekali suatu kebijakan pendidikan. Kebijakan pendidikan disetiap negara pasti berbeda-beda. Namun, kebijakan pendidikan di negara berkembang umumnya berasal dari warisan kebijakan pendidikan kaum kolonial. Menurut Imron (2008) negara berkembang pada saat baru pertama kali merdeka belum sempat membangun kebijakan pendidikannya sendiri berdasarkan kebutuhan realistik rakyatnya. Kemerdekaan yang telah tercapai di bidang politik tidak dengan sendirinya diikuti oleh kemerdekaan di bidang lainnya, lebih-lebih di bidang pendidikan.
Dalam pelaksanaannya dapat dipastikan bahwa seluruh kebijakan pendidikan di negara berkembang yang merupakan negara yang masih berproses menjadi negara maju tentunya selalu belajar terhadap negara-negara kolonial utamanya yang telah sangat maju dibandingkan negaranya sendiri. Hal ini telah menunjukan bahwa negara berkembang tidak serta merta meninggalkan begitu saja bentuk kebijakan yang dibawa oleh negara-negara kolonial, melainkan masih mungkin dipakai dan di terapkan dalam mengatur kebijakan pendidikan di negaranya sendiri. Menurut Mahpudz, dkk (2009) kebijakan pembangunan pendidikan di Indonesia diarahkan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut: (1) Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti; (2) Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan; (3) Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara professional; (4) Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai; (5) Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen; (6) Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (7) Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak  dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya; (8) Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi.
Masalah Umum Pendidikan di Negara Berkembang
Banyak sekali masalah tentang dunia pendidikan, apalagi pada negara berkembang. Masalah di dunia pendidikan haruslah segera di atasi. Karena jika tidak akan berdampak pada sumber daya manusia yang kurang berkualitas. Menurut Kadir dan Ma’sum (1982) beberapa masalah dan kesulitan dalam uraian pokok secara garis besar adalah sebagai berikut: (1) Kurangnya guru yang qualified. Sejak negara-negara terbelakang melakukan ekspansi pendidikan, maka harus berusaha mendapatkan guru-guru dari negara maju. Walaupun hal itu bertentangan dengan watak nasionalistis, namun tampaknya itu merupakan satu-satunya jalan keluar; (2) Kegagalan sekolah dalam memelihara siswa sebenarnya sekolah-sekolah dasar kurang efektif dalam menunjang gerak pembangunan, jika impaknya tidak tebukti dalam periode waktu yang pantas. Cita-cita sekolah pada mulanya sukar meresap dan beberapa faktor kerja menghalanginya. Anak mungkin merupakan suatu keuntungan ekonomi bagi orang tua dan sekolah. Rupa-rupanya dianggap sebagai suatu ancaman terhadap kenyataan keuntungan ini atau orang tua kuatis, bahwa ilmu pengetahuan dan ide-ide baru itu bisa mengasingkan anak dari kebiasaan-kebiasaan tradisional keluarga. Agar efektif sekolah-sekolah itu dihadiri secara teratur dan bersemangat, sekolah itu harus menjadi tempat yang menyenangkan dan menguntungkan hal ini merupakan suatu kondisi yang tidak biasa ditemui dinegara miskin; (3) Keadaan kurikulum yang tidak sesuai permasalahan dasar kurikulum pada jenjang pra-universitas meliputi sekitar perluasan penyesuaian budaya, pendaerahan (lokalisasi), dan penjuruhan (vokasionalisasi) kurikulum; (4) Ketimpangan kemajuan desa dan kota. Di dunia terbelakang terapat jurang perbedaan yang lebar, yaitu kesenangan, kekayaan, kegembiraan, dan tebaran kelayakan terdapat di beberapa puasat kota dan di desa atau tribal areas keterbelakangan meluas. Perbedaan yang kontras antara gedung-gedung modern, jalan-jalan raya, transportasi dan aktivitas budaya disebagian kota besar dan desa itu mengundang gaya tarik wisatawan yang mengunjungi negara yang kurang maju itu.
Masalah di dunia pendidikan yang selalu bertambah membuat kebijakan pendidikan di negara berkembang harus digunakan seperti fungsinya. Masalah pendidikan yang tidak segera diatasi akan membuat semakin ricuhnya dunia pendidikan.
Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Dunia Berkembang
Ada akibat pasti ada sebab. Itulah mengapa banyak masalah di dunia pendidikan khususnya untuk negara berkembang seperti Indonesia. Dari banyaknya masalah tersebut ada beberapa penyebab yang membuat masalah di dunia pendidikan. Menurut Tilaar (2002) di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di dunia berkembang secara umum, yaitu.
Efektifitas Pendidikan
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.
Dalam pendidikan di sekolah menengah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan di bidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di negara berkembang.
Efisiensi Pengajaran di Negara Berkembang
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih murah. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia yang lebih baik.
Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih.
Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran.
Standardisasi Pendidikan
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil. Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard dan kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia.
Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.
Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan komite sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota komite sekolah adalah orang-orang dekat dengan kepala sekolah. Akibatnya, komite sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Dari berbagai penyebab timbulnya masalah pendidikan tersebut. Hendaknya penyebab masalah pendidikan harus diminimalisir. Ini tidak menjadi tugas dari satu pihak tetapi semua pihak juga memiliki hak untuk meminimalisir penyebab masalah pendidikan tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Negara berkembang harus terlepas dari berbagai masalah yang dialami terkait  bidang pendidikan. Negara berkembang perlu adanya kebijakan pendidikan yang tepat dan sesuai dengan kondisi negara tersebut. Ciri-ciri kebijakan pendidikan di negara berkembang yang kurang sesuai seperti liberal, rasional, individual, achiviement oriented dan social alianted harus diubah. Serta segala aspek yang terkait bidang pendidikan, baik itu pemimpin, pendidik, sarana prasarana, kurikulum, dan lain-lain harus dibenahi kembali.
Saran                                                                               
Untuk negara berkembang hendaknya segera membuat kebijakan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan negara. Meskipun kebijakan pendidikan dari zaman sebelumnya masih ada. Kebijakan pendidikan haruslah sesuai dengan apa yang terjadi di negara masing-masing. Pemerintah harus lebih optimal untuk mengupayakan kebijakan pendidikan ini, agar kebijakan pendidikan di negara berkembang menjadi pendorong untuk lebih baiknya dunia pendidikan.

DAFTAR RUJUKAN
Imron, Ali. 2008. Kebijakan Pendidikan di    Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sardjan Kadir & Umar Ma’sum.1982. Pendidikan di Negara Sedang Berkembang. Surabaya:        Usaha Nasional.
Tilaar, H. A. R. 2002. Membenahi      Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
Mahpudz, A., Kade, A., Haerudin. 2009. Analisis Kebijakan dan Kelayakan Mutu Tenaga            Pendidik Dalam Rangka Meningkatkan Mutu Penyelenggaraan Pendidikan Dasar di            Provinsi Sulawesi Tengah.(Online),         (https://media.neliti.com/media/publications/150683-ID-analisis-kebijakan-dan-            kelayakan-mutu-te.pdf), diakses 01 Februari 2019.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGORGANISASIAN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN DI SEKOLAH

MUTASI DAN DROP OUT PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI 6 MALANG

INFORMASI SINTAKSIS, SEMANTIK DAN PRAGMATIK