PEMBINAAN DISIPLIN KELAS


PEMBINAAN DISIPLIN KELAS

Makalah
Disusun untuk memenuhi Matakuliah Manajemen Kelas
yang dibina oleh Bapak Ahmad Nurabadi, S.Pd, M.Pd


Disusun oleh:

Aa Coreta                                      (170131601105)
                        Ega Ardiantinata Kusuma P.          (170131601100)
Nur Aida Indah E.                        (170131601060)
                      Viana Rahmawati                           (170131601103)






                                                                                  



UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
SEPTEMBER, 2018
 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah manajemen sarana dan prasarana tepat pada waktunya. Sholawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi semua umat di muka bumi ini dengan cahaya kebenaran.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah ikut membantu dalam penyelesaian penyusunan makalah ini. Khususnya kepada dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Kelas, yaitu Bapak Ahmad Nurabadi, S.Pd, M.Pd yang telah membimbing dan membagi pengalamannya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan kesalahan, baik dari segi isi maupun segi bahasa. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis berharap agar makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.





Malang, 1 September 2018






                Penulis


DAFTAR ISI




     Halaman



HALAMAN SAMPUL                                                                         
KATA PENGANTAR                                                                           i
DAFTAR ISI                                                                                           ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang                                                                                    1
1.2  Rumusan Masalah                                                                               2
1.3  Tujuan                                                                                                 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Disiplin                                                                             
2.2  Urgensi Pembinaan Disiplin Peserta Didik                                        
2.3  Teknik Pembinaan dan Penerapan Disiplin di Kelas                         
2.4  Problematika Disiplin Kelas                                                               
2.5  Membentuk Disiplin di Kelas                                                            
2.6  Upaya Menegakkan Disiplin                                                              
2.7  Pemeliharaan dan Peningkatan Disiplin Peserta Didik                      
2.8  Implementasi Hukuman dan Hadiah                                                 
2.9  Mendisiplinkan Peserta Didik                                                            
2.10   Pendekatan Disiplin Peserta Didik                                                    
2.11   Masalah-Masalah yang Dihadapi Peserta Didik                                
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan                                                                                        
DAFTAR RUJUKAN                                                                           








BAB I PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Peserta didik sangat membutuhkan seseorang yang dipercaya dan bersedia mendengarkannya. Guru adalah orang yang dimaksud. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mengikuti perkembangan zaman. Pendidikan adalah sarana untuk membekali generasi bangsa dengan pengetahuan dan ketrampilan untuk dapat bertahan hidup di lingkungan masyarakat.Guru merupakan faktor penting dalam keberhasilan belajar, karena guru tidak hanya sebagai sumber informasi, namun juga sebagai motivator dalam belajar dan mengembangkan diri peserta didik di sekolah.
      Salah satu tugas guru adalah membina kedisiplinan peserta didik. Guru sebagai seorang manajer di kelas diharuskan untuk mempunyai keterampilan membina kedisiplinan peserta didik. Ketika peserta didik di kelas itu disiplin maka suasana kelas menjadi kondusif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
        Kedisiplinan berkaitan erat dengan tingkah laku yang positif, seperti kebenaran, kejujuran, tanggung jawab, kepatuhan atau taat, hormat, sopan, dan lain sebagainya. Itulah penyebab kedisiplinan peserta didik di kelas adalah hal penting dalam terciptanya perilaku peserta didik yang tidak menyimpang dari tata tertib kelas. Biasanya guru memberikan hukuman (sanksi) sebagai konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski kadangkala menjadi kontroversi dalam menerapkan metode pendisiplinannya, sehingga terjebak dalam bentuk kesalahan perlakuan fisik dan kesalahan perlakuan psikologis. Sikap dan perilaku yang diharapkan dari peserta didik adalah perilaku yang mencerminkan sikap  taat terhadap nilai yang telah disepakati oleh semua pihak, baik oleh peserta didik maupun guru yang tertuang dalam tata tertib atau aturan kelas.

1.2.  Rumusan Masalah
      Rumusan makalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian disiplin?
2.      Bagaimana urgensi pembinaan disiplin peserta didik?
3.      Bagaimana teknik pembinaan dan penerapan disiplin di kelas?
4.      Apa saja problematika yang dihadapi dalam pembinaan disiplin kelas?
5.      Apa langkah-langkah yang dilakukan untuk membentuk disiplin di kelas?
6.      Apa upaya yang dilakukan untuk menegakkan disiplin kelas?
7.      Apa langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan disiplin peserta didik?
8.      Bagaimana implementasi hukuman dan hadiah bagi peserta didik?
9.      Bagaimana cara mendisipilinkan peserta didik?
10.  Apa saja pendekatan disiplin peserta didik?
11.  Apa masalah-masalah yang dihadapi peserta didik dalam pembinaan disiplin?

1.3.  Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk memaparkan pengertian disiplin;
2.      Untuk memaparkan urgensi pembinaan disiplin peserta didik;
3.      Untuk menguraikan teknik pembinaan dan penerapan disiplin di kelas;
4.      Untuk menguraikan problematika yang dihadapi dalam pembinaan disiplin kelas;
5.      Untuk menguraikan langkah-langkah yang dilakukan untuk membentuk disiplin di kelas;
6.      Untuk menguraikan upaya yang dilakukan untuk menegakkan disiplin kelas;
7.      Untuk menguraikan langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan disiplin peserta didik;
8.      Untuk memaparkan implementasi hukuman dan hadiah bagi peserta didik;
9.      Untuk menguraikan cara mendisipilinkan peserta didik;
10.  Untuk menguraikan pendekatan disiplin peserta didik;
11.  Untuk menguraikan masalah-masalah yang dihadapi peserta didik dalam pembinaan disiplin.


BAB II
 PEMBAHASAN

2.1   Pengertian Disiplin
Menurut Gunawan (2016:143) disiplin diartikan sebagai latihan untuk mengendalikan diri, karakter, atau keadaan yang tertib dan efisien. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:358) disiplin diartikan sebagai tata tertib dan ketaatan pada kepatuhan terhadap peraturan atau tata tertib. Sementara itu Gie mengartikan disiplin sebagai suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang tergabung dalam organisasi tunduk pada peraturan yang telah ada dengan senang hati (Wiyani:2013b). Sementara Good’s dalam Dictionary of Education mengartikan disiplin sebagai berikut.
·         Proses atau hasil pengamatan atau pengendalian keinginan, motivasi, atau kepentingan guna mencapai maksud atau untuk mencapai tindakan yang lebih efektif.
·         Mencari tindakan terpilih dengan ulet, aktif, dan diarahkan sendiri walaupun menghadapi hambatan.
·         Pengendalian perilaku secara langsung dan otoriter dengan hukuman atau hadiah.
·         Pengekangan dorongan dengan cara yang tidak nyaman bahkan menyakitkan (Imron, 2011).
       Unsur-unsur disiplin meliputi: (1) mengikuti dan menaati peraturan, nilai, dan hukum yang berlaku; (2) pengikutan dan ketaatan tersebut terutama muncul karena adanya kesadaran diri bahwa hal itu berguna bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya, dan dapat juga muncul karena rasa takut, tekanan, paksaan, serta dorongan dari luar darinya; (3) sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina, dan membentuk perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan; (4) hukuman yang diberikan bagi yang melanggar ketentuan yang berlaku, dalam rangka mendidik, melatih, mengendalikan, dan memperbaiki tingkah laku; dan (5) peraturan-peraturan yang berlaku sebagai pedoman dan ukuran perilaku.


2.2  .  Urgensi Pembinaan Disiplin Peserta Didik
      Guru dalam pembinaan peserta didik, harus mampu untuk melakukan beberapa hal, yakni: (1) membantu mengembangkan pola perilaku dalam dirinya; (2) membantu meningkatkan standar perilakunya; dan (3) menggunakan pelaksanaan tata tertib kelas sebagai media untuk menegakkan disiplin. Fungsi utama disiplin adalah untuk mengajar mengendalikan diri dengan mudah, menghormati,dan mematuhi otoritas.
      Disiplin perlu dibina pada diri siswa agar dapat: (1) meresapkan pengetahuan dan pengertian sosial secara mendalam; (2) mengerti dan menjalankan apa yang menjadi kewajibannya; (3) belajar mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu tanpa adanya peringatan dari orang lain; (4) mengerti dan dapat membedakan perilaku yang baik dan buruk.
      Menurut Gunawan (2016:145) manfaat disiplin yaitu: (1) menumbuhkan kepedulian siswa pada kebutuhan dan kepentingan orang lain; (2) mengajarkan keteraturan, siswa memiliki pola hidup yang teratur dan mampu mengelola waktunya dengan baik; (3) menumbuhkan kemandirian; (4) membantu siswa yang sulit.
      Tujuan disiplin kelas adalah: (1) memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang; (2) mendorong siswa melakukan yang baik dan benar; (3) membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan; (4) siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungan.

2.3  Teknik Pembinaan dan Penerapan Disiplin Kelas
      Terdapat beberapa teknik pembinaan kelas yaitu: (1) teknik keteladanan; (2) teknik bimbingan; dan (3) teknik pengawasan. Sedangkan juga terdapat beberapa upaya dalam pembinaan disiplin kelas yaitu: (1) mengadakan perencanaan bersama antara guru dengan siswa; (2) mengembangkan kepemimpinan dan tanggung jawab pada siswa; (3) membina organisasi kelas secara demokratis; (4) membiasakan siswa agar dapat mandiri dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Teknik pembinaan dan penerapan disiplin kelas menurut Wiyani (2013b) adalah: (1) teknik external control; (2) teknik internal control; dan (3) teknik coopertive control. Teknik external control, merupakan teknik disiplin yang dikendalikan dari luar peserta didik. Teknik internal control, merupakan teknik yang mengusahakan peserta didik untuk mendisiplinkan diri sendiri dalam kelas. Teknik coopertive control, merupakan teknik dimana peserta didik dengan guru saling bekerja sama dalam menegakkan kedisiplinan di dalam kelas.

2.4  Problematika Disiplin Kelas
Dalam manajemen kelas masalah disiplin kelas harus diperhatikan karena akan mempengaruhi hasil dari suatu pembelajaran. Penyebab dari timbulnya masalah disiplin kelas berasal dari kurangnya pengetahuan guru untuk mengelola kelas yang baik, kurang tepatnya pendekatan yang digunakan, dan materi pelajaran yan kurang dikuasai guru. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi disiplin dalam manajemen kelas seorang guru harus dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasikan masalah-masalah dalam pengelolaan kelas. Menurut Gunawan (2016:148) cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengatasi masalah pengelolaan kelas adalah: 1) pendekatan yang digunakan tepat; 2) menguasai materi dan mengkaitkannya dengan kehidupan yang dekat dengan sisiwa; 3) menyampaikan materi dengan bahasa yang mudah dipahami; dan 4) belajar dengan enjoy atau tidak tegang.
       Menurut Gunawan (2016:148) masalah dalam pengelolaan kelas dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan sumbernya, yang pertama bersumber dari guru dan yang kedua dari peserta didik. Masalah yang bersumber dari guru contohnya guru memiliki masalah pribadi yang dibawa kedalam kelas, guru kurang menguasai materi sehingga peserta didik kuram paham, guru kurang berwibawa, guru tidak memiliki hubungan baik dengan siswa, guru tidak memberi keteladanan, dan guru kurang menggunakan media, strategi, dan metode yang baik. Sedangkan masalah yang bersumber dari peserta didik misalnya peserta didik memiliki masalah pribadi, menakuti suatu mata pelajaran, terdapat gangguan fisik, dan hubungan antara guru maupun siswe.   Setiap Perkembangan Mempunyai Perilaku Karateristik

Karateristik tertentu dalam perkembangan juga dapat diramalkan, ini berlaku baik untuk perkembangan fisik maupun mental. Semua anak mengikuti pola perkembangan yang sama dari satu tahap menuju tahap berikutnya. Bayi berdiri sebelum dapat berjalan. Menggambar lingkaran sebelum dapat  menggambar segi empat. Pola perkembangan ini tidak akan berubah sekalipun terdapat variasi individu dalam kecepatan perkembangan. Pada anak yang pandai dan tidak pandai akan mengikuti urutan perkembangan yang sama seperti anak yang memiliki kecerdasan rata-rata. Namun ada perbedaan mereka yang pandai akan lebih cepat dalam perkembangannya dibandingkan anak yang memiliki kecerdasan rata-rata, sedangkan anak yang bodoh akan berkembang lebih lambat. Perkembangan bergerak dari tanggapan umum menuju tanggapan yang lebih khusus. Misalnya seorang bayi akan mengacak-acak mainan sebelum dia mampu melakukan permainan itu dengan jari- jarinya. Demikian juga dengan perkembangan emosi, anak secara umum akan merespon dengan rasa takut pada suatu hal yang baru namun selanjutnya akan merepon ketakutan secara khusus pada hal yang baru tersebut.
f.    Harapan sosial pada setiap tahap perkembangan

Orangtua dan masyarakat memiliki harapan tertentu pada tiap tahap perkembangan anak. Jika tahap itu tercapai maka orangtua atau  masyarakat akan berbahagia. Misalnya anak usia 1 (satu) tahun sudah pandai berjalan, jika sampai usia tersebut anak belum bisa berjalan, maka akan membuat gelisah orang-orang di sekitarnya pemodelan, sosial-historis, psikonalitik, psiko-sosial, perkembangan bahasa, dan humanistik. Berikut ini penjelasan masing-masing teori tentang perkembangan peserta didik


2.   Karakteristik Aspek-Aspek Perkembangan Peserta Didik secara Kognitif

2.1 Di Tingkat TK


Usia prasekolah memberikan contoh luar biasa bagaimana anak-anak memainkan peran  aktif  dalam  pengembangan  kognitif  mereka  sendiri,  khususnya  dalam  upaya memahami,    menjelaskan,    mengorganisasikan,    memanipulasi,    membangun,    dan memprediksi. Anak-anak muda juga melihat pola dalam objek dan peristiwa dunia dan kemudian  berusaha  mengatur  pola-pola  untuk  menjelaskan  dunia  itu.  Pada  saat  yang sama,  anak-anak  prasekolah  memiliki  keterbatasan  kognitif.  Anak-anak  prasekolah mengalami  kesulitan  mengenddalikan  perhatian  mereka  sendiri  dan  fungsi  memori, bingung dalam menampilkan diri, dangkal dengan realitas, dan  fokus pada satu aspek pengalaman  pada  suatu  waktu.  Anak-anak  prasekolah  cenderung  memuat  kesalahan lintas budaya yang sama karena kemampuan kognitif yang belum matang.

Menurut Piaget Tahun 2002   perkembangan kognitif terjadi antara umur 2 dan 7 tahun   sebagai   tahap   praoperasional.   Pada   tahap   ini,   anak-anak   meningkatkan penggunaan  bahasa  dan  simbol  lainya,  mereka  meniru  perilaku  dan  permainan  orang dewasa. Anak-anak mengembangkan daya tarik dengan bahasa tahu kata-kata baik dan buruk. Anak-anak juga memainkan permainan membuat percaya seperti menggunakan kotak kosong sebagai mobil, bermain dalam keluarga dengan saudara, dan memelihara persahabatan imajiner. Selain itu, juga menggambarkan tahap praoperasional dalam hal apa yang anak-anak tidak bisa lakukan.

Setelah  melewati  masa  praoperasional,  anak   memasuki  fase  operasional. Piaget  menggunakan  istilah  operasional  untuk  mengacu  pada  kemampuan  reversible, bahwa ank-anak belum berkembang. Dengan reversibel, Piaget Tahun 2002 menyebut tindakan mental atau fisik yang bisa berulang atau menggunakan cara lain yang mirip yang berarti bahwa mereka dapat menggunakan di lebih dari satu cara atau arah. Anak- anak  terlibat  dalam  pemikiran  magis,  misalnya  ketika  berbicara  dengan  orang  tua mereka   melalui   telepon   dan   kemudian   meminta   hadiah,   mengharapkan   untuk memperoleh hadiah melalui pembicaraan telepon itu.



                                                                                                                                                                                                                            5
Piaget percaya bahwa kemampuan kognitif anak-anak prasekolah dibatasi oleh egosentrisme  atau  ketidakmampuan  untuk  membedakan  antara  titik  pandang  mereka sendiri  dan  sudut  pandang  orang  lain.  Kapasitas  egosentris  jelas  pada  semua  tahap perkembangan  kognitif, tetapi  egosentrisme  sangat  jelas  pada  tahun prasekolah. Anak-anak kecil akhirnya memiliki pandangan, perasaan, dan keinginan yang berbeda. Kemudian ank-anak bisa menafsirkan motif orang lain dan menggunakan mereka untuk berkomunikasi  saling  memberi  intepretasi  dan  karena  itu  lebih  efektif  dengan  orang lain. Akhirnya, anak-anak prasekolah belajar untuk menyesuaikan irama vokal mereka, nada,  dan  kecepatan  untuk  mencocokanya  dengan  para  pendengar.  Karena  aktivitas komunikasi saling membutuhkan antarpihak dan ank-anak prasekolah masih egosentris, mereka dapat terjerumus ke dalam pidato egosentris, bahkan melahirkan masa frustasi. Dengan  kata  lain,  anak-anak  dan  orang  dewasa  dapat  mundur  ke  pola  perilaku sebelumnya ketika sumber daya kognitif mereka stres dan kewalahan.
Berbeda dengan teori Piaget mengenai egosentrisme masa kanak-kanak, studi yang  sama  menunjukan  bahwa  anak-anak  dapat  melakukan  sesuatu  berkaitan  dengan kerangka acuan orang lain. Anak berusia 2 atau 3 tahun, misalnya, telah menunjukan kemampuan  untuk  memodifikasi  lisan  mereka  dalam  upaya  berkomunikasi  dengan lebih   jelas   dengan   anak-anak   muda.   Peneliti   John   Flavell   menyarankan   bahwa kemajuan  ank  pertama,  sekitar  usia  2  sampai  3  tahun,  anak  memahami  bahwa  orang lain memilki pengalaman sendiri. Pada tingkat kedua, sekitar umur 4 sampai 5 tahun, anak-anak menafsirkan pengalaman orang lain, termasuk pikiran dan perasaan mereka.
Khusus anak berusia lima tahun, tertarik pada bagaimana pikiran mereka dan pikiran  orang  lain  bekerja.  Anak-anak  akhirnya  membetuk  teori  pikiran,  kesadaran, pemahaman tentanf state of thinking lain serta tindakan yang menyertainya. Anak-anak kemudian  dapat  memprediksi  bagaimana  orang  lain  berpikir  dan  bereaksi,  terutama berdasarkan pengalaman mereka sendiri di dunianya. Khusus anak berusia 2 sampai 5 tahun   jelas   menunjukan   bahwa   Piaget   salah   mengasumsikan   bahwa   anak-anak praoperasional hanya berpikiran secara harfiah. Bahkan anak-aak dapat berpikir logis, memproyeksikan    diri    sendiri    kedalam    situasi    orang    lain,    dan    menafsirkan lingkungannya.


                                                                                                                                                                                                                                                                        6





Memori   adalah   kemampuan   untuk   menyandikan,   mempertahankan,   dan mengingat  kembali  informasi  yang  diperoleh  dari  waktu  ke  waktu.  Anak-anak  harus belajar  mengkodekan  objek,  orang,  dan  tempat-tempat;  kemudian  bisa  mengingatnya dengan memori jangka panjang. Anak-anak kecil bisa mengingat, seperti halnya anak- anak  lain  dan  orang  dewasa.  Selain  itu,  anak-anak  ini  lebih  baik  dari  pada  sekedar pengakuan mengingat memori tugas. Para peneliti menduga beberapa kemungkinan penyebab perkembangan ini. Salah satu penjelasan yang relevan adalah bahwa anak-anak  prasekolah  mungkin  kekurangan  dalam  aspek  tertentu  dari  perkembangan otak yang diperlukan untuk kemampuan memori dibandingkan dengan orang dewasa. Bahwa anak-anak prasekolah tidak memiliki kemampuan numerik yang sama dan jenis pengalaman  menarik  pada  pengolahan  informasi  sebagaimana  dimiliki  oleh  orang dewasa. Mereka cenderung kurang perhatian selektif (selective attention), yang berarti ia  lebih  mudah  terganggu.  Pada  sisi  lain  anak-anak  tidak  memiliki  kualitas  dan kuantitas yang sama, serta strategi mnemonic efektif sebagai orang dewasa.
Anak-anak   prasekolah   menunjukkan   minat   yang   intern   dalam   belajar keterampilan dan mengembangkan inisiatif. Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang melekat  tentang  dunianya,  yang  menuntut  kebutuhan  untuk  belajar  sebanyak  dan secepat  mungkin.  Beberapa anak muda  mungkin  menjadi  frustasi ketika  belajar tidak terjadi  secepat  atau  seefisien  yang diinginkan.  Ketika  situasi  belajar  terstruktur  anak- anak   mungkin   berhasil     -menetapkan   tujuan   cukup   terjangkau   dan   memberikan bimbingan dan dukungan- mereka bisa sangat matang dalam kemampuan  memproses informasi.




2.2 Di Tingkat SD
Kemampuan berpikir secara sistematis tentang beberapa topik pada anak, anak usia  sekolah  lebih  mudah  dari  anak-anak  prasekolah.  Anak-anak  yang  lebih  tua  telah memiliki  metakognisi  (metacognition)  yang  lebih  tajam,  rasa  dunia  batin  mereka sendiri. Anak-anak ini menjadi terampil memecahkan masalah. Perkembangan kognitif yang terjadi antara usia 7 dan 11 tahun (tingkat SD) disebut oleh Piaget sebagai tahap operasi konkret (concrete operations stage). Piaget menggunakan istilah operasi untuk mengacu    pada    kemampuan    reversibel    anak    belum    dikembangkan.    Reversibel (reversible) oleh Piaget dimaknai sebagai tindakan mental atau fisik yang dapat terjadi pada lebih dari satu cara atau arah yang berbeda. Pada tahap operasi konkret, anak-anak tidak  dapat  berpikir  baik  secara  logis  maupun  abstrak.  Anak  usia  ini  dibatasi  untuk berpikir konkret-nyata, pasti, tepat, dan uni-direksional- istilah yang lebih menunjukkan pengalaman nyata dan konkret ketimbang abstraksi.

Anak-anak yang lebih tua tidak menggunakan pemikiran magis dan tidak mudah disesatkan  seperti  anak-anak  muda.  Tidak  seperti  anak-anak  prasekolah,  anak-anak sekolah tahu lebih baik daripada meminta orangtua mereka untuk membawa terbang di udara  seperti  yang  dilakukan  oleh  burung.  Piaget  menyatakan  bahwa  proses  berpikir anak-anak  berubah  secara  signifikan  selama  tahap  operasi  konkret.  Anak-anak  usia sekolah  bisa  terlibat  dalam  klasifikasi  atau  kemampuan  untuk  mengelompok  sesuai dengan  figur  dan  serial  pemesanan  atau  kemampuan  untuk  mengelompokkan  sesuai dengan  perkembangan  logis.  Anak-anak  yang  lebih  tua  telah  memiliki  kemampuan untuk  memahami  hubungan  sebab-akibat  dan  menjadi  mahir  matematika  dan  sains. Memahani  konsep  identitas  diri  sendiri  yang  stabil  dan  tetap  konsisten  bahkan  ketika keadaan berubah konsep lain ditangkap oleh anak-anak yang lebih tua. Misalnya, anak yang lebih memahami konsep identitas stabil dari seorang ayah menjaga identitas laki- laki, terlepas dari apa yang dia pakai atau bagaimana ia menjadi tua.
8 ekitar 2.500 kata, dan apada masa akhir (usia 11-12 tahun) telah dapat menguasai sekitar 500.000 kata ( Syamsuddin, 1991). Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau mendengarkan cerita yang bersifat kritis. Pada masa ini tingkat pemikiran anak lebih maju, dia banyak menanyakan waktu dan sebab akibat. Oleh sebab itu kata yang digunakanpun yang semula hanya “apa” sekarang sudah diikuti dengan pertanyaan “dimana”, “darimana”, “kemana”, “mengapa”, dan “bagaimana”.

Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu sebagai berikut:

a.   Proses jadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ- organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
b.   Proses belajar, yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan/kata-kata yang didengarkannya. Kedua proses ini berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak, sehingga pada usia anak memasuki sekolah dasar sudah sampai pada tingkat dapat membuat kaliamat yang lebih sempurna, dapat membuat kalimat majemuk, dan dapat menyususn dan mengajukan pertanyaan.

Di sekolah diberikan pelajaran bahasa yang dengan sengaja menambah perbendaharaan katanya, mengajar menyusun struktur kalimat, peribahasa, kesustraan, dan keterampilan mengarang. Dengan dibekali pelajaran bahasa ini, diharapkan peserta didik dapat menguasai dan mempergunkannya sebagai alat untuk:

a.   Berkomunikasi dengan orang lain. b.   Menyatakan isi hatinya.
c.   Memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya. d.   Berpikir (menyatakan gagasan atau pendapat).
e.   Mengembangkan kepribadiannya, seperti menhyatakan sikap dan keyakinannya
 





Anak-anak  pada  awal  tahap  operasi  konkret  menunjukkan  konservasi  atau kemampuan  untuk  melihat  bagaimana  sifat  fisik  tetap  konstan  sebagai  tampilan  dan mengubah   bentuk.     Tidak   seperti   anak-anak   prasekolah,   anak-anak   usia   sekolah memahami  bahwa  jumlah  yang  sama  dari  tanah  liat  hitam  yang  diberi  bentuk  yang berbeda tetap sama jumlahnya. Seorang anak operasional konkret akan memberi tahu bahwa lima  bola  golf  adalah  sama  dengan  jumlah  lima  buah  kelereng,  tapi  bola  golf lebih  besar  dan  akan  menggunakan  lebih  banyak  tempat  daripada  kelereng,  kecuali kelerengnya  sama  besarnya  dengan  bola  golf.  Piaget  percaya  bahwa  kemampuan kognitif praoperasional dibatasi oleh egosentrisme ketidakmampuan untuk memahami sudut pandang orang lain. Tapi egosentrisme itu tidak ditemukan pada anak-anak pada tahap  operasi  konkret.  Pada  tahun-tahun  sekolah,  anak-anak  biasanya  belajar  bahwa orang lain memiliki padangan, perasaan, dan keinginan mereka sendiri.

Model   perkembangan   kognitif   Piaget   telah   mengundang  kontroversi   dan banyak diperdebatkan akhir-akhir ini. Hasil penelitian eksperimental telah melahirkan temuan baru yang bertentangan dengan aspek-aspek tertentu dari teori Piaget. Sebagai contoh,   ahli   teori   kognitif   seperti   Robert   Siegler   telah   menjelaskan   fenomena konservasi  itu  tidak  tiba-tiba  alias  lambat.  Aturan  perubahan  progresif  yang  dialami oleh anak guna memecahkan masalah, bukan perubahan mendadak dalam kapasitas dan skema  kognitif.  Penelitian  lain  menujukkan  bahwa  anak-anak  yang  lebih  muda  dan lebih  tua  berkembang  dengan  berjalan  melalui  kontinuum  kapasitas  bukan  sekedar serangkaian tahapan diskrit. Selain itu, para peneliti percaya bahwa kemampuan anak- anak dalam mengerti dan memahami jauh lebih dari apa yang dikemukakan dalam teori Piaget.  Dengan  pelatihan,  misalnya,  anak-anak  muda  dapat  juga  melakukan  banyak tugas  yang  sama sebagai  anak-anak  yang  lebih  tua.  Para  peneliti  juga  menemukan bahwa anak-anak tidak sebagai sosok yang egosentris, tergantung, magis, atau konkrit sebagaimana  dikemukakan  oleh  Piaget  dan  bahwa  perkembangan  kognitif  mereka sangat ditentukan oleh pengaruh biologis dan  budaya.



Ingatan

Anak usia sekolah lebih baik pada keterampilan mengingat daripada rata-rata anak-anak  yang berusia  di bawahnya.  Lebih dari  sekedar memahami dunianya, anak- anak  yang  lebih  tua  lebih  tertarik  pada  saat  encoding  dan  mengingat  informasi.  Di sekolah,  anak-anak  yang  lebih  tua  juga  belajar  bagaiman  menggunakan  perangkat mnemonik   (mnemonic   devices)   atau   strategi   memori.   Menciptakan   lirik   lucu, merancang akronim, chunking  fakta (menyusun daftar panjang item ke dalam tiga atau empat   kelompok),   dan    melatih   mengingat    fakta   (mengulanginya    berkali-kali) membantu anak-anak mengingat jumlah yang semakin rumit dan jenis informasi. Anak- anak   dapat   mengingat   lebih   banyak   ketika   berpartisipasi   dalam   pembelajaran kooperatif, dimana pendidikan diawasi oleh orang dewasa bergantung pada rekan-rekan berinteraksi, berbagi, merencanakan, dan mendukung satu sama lain. Anak usia sekolah juga mulai memperlihatkan metamemory atau kemampuan memahami sifat memori dan memprediksi seberapa baik seseorang akan mengingat sesuatu. Metamemory membantu anak-anak merasa berapa banyak waktu belajar yang diperlukan untuk tes matematika minggu depan, misalnya.

Anak yang cerdas

Psikolog intelegensi dan otoritas lainnya sangat tertarik pada kecerdasan anak. Kecerdasan  adalah  kapasitas  kognitif  yang  merujuk  pada  pengetahuan,  adaptasi,  dan kemampuan  seseorang  untuk  berpikir  dan  bertindak  secara  sengaja.  Sifat  multifaset kecerdasan   memerlukan   perbedaan   antara   kecerdasan   dasar   (IQ   akademis)   dan kecerdasan terapan (IQ praktis). Misalnya, Howard Gardner berpendapat bahwa anak- anak  menunjukan  kecerdasan  ganda  (multiple  intelligences),  termasuk  kemampuan  di bidang musik, gerakan  yang kompleks, dan empati. Demikian pula, Robert Sternberg mengemukakan teori kecerdasan yang menyatakan bahwa teori kecerdasan terdiri dari tiga faktor yaitu: keterampilan pengolahan informasi, konteks, dan pengalaman. Ketiga faktor menentukan kognisi atau perilaku yang cerdas.




                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                10
2.3 Di Tingkat SMP dan SMA

                                                        Kebanyakan peserta didik mencapai tahap operasi formal (formal operations) versi Piaget pada usia sekitar 12 tahun atau lebih, dimana mereka mengembangkan alat baru untuk memanipulasi informasi. Pada fase sebelumnya, ketika masih sebagai anak- anak  mereka  hanya  bisa  berpikir  konkret.  Ketika  memasuki  tahap  operasi  formal mereka   bisa   berpikiran   abstrak   dan   deduktif.   Peserta  didik   pada   tahap   ini   juga mempertimbangkan   masa   depan,     mencari   jawaban,   menagani   masalah,   dengan fleksibel, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan, atas kejadian yang mereka tidak mengalami secara langsusng.
Titik  puncak  atau  jatuh  tempo  perkembangan  kognitif  terjadi  ketika  peserta didik sudah memasuki usia dewasa dan jaringan sosial makin berkembang. Ketika itu pula  kemampuan  otak  dan  jaringan  sosial  menawarkan  lebih  banyak  kesempatan dibandingkan dengan fase sebelumnya untuk bereksperimen dengan kehidupan. Karena itu,  pengalaman  duniawi  memainkan  peran  besar  kehidupan.  Karena  itu,  pengalaman duniawi  memainkan  peran  besar  dalam  mencapai  tingkat  operasi  formal,  meski  tentu tidak  semua  remaja  mampu  memasuki  tahap  perkembanagan  kognitif    yang  ideal. Karena  itu  pula,  sebagai  peserta  didik  yang  sesungguhnya  cerdas  namun  berprestasi kurang (underachiever). Akibat tidak mengoptimalkan diri.
                                                        Banyaknya  hasil  studi  yang  menunjukan  bahwa  kemampuan  rasional  yang abstrak  dan  kritis  berkembang  melalui  proses  pendidikan  dan  pembeljaran,  serta penelitian  secara  melalui  proses  pendidikan  dan  pembelajaran,  serta  pelatihan  secara kontinyu.  Sebagai  contoh,  penalaran  sehari-hari  siswa  mengalami  peningkatan  sejak tahun-tahun  pertama  belajar  hingga  menamatkan  pendidikan  jenjang  tertentu.  Hal  ini menunjukan   nilai   pendidikan   dalam   pematangan   kognitif   itu   dirangsang   oleh kontinulitas  dan  konsistensi  poroses  aktivisi.  Fenomena  ini  tidak  untuk  diberi  makna bahwa kecerdasan intelektual seseorang terus meningkat, karena ada titik optimumnya.







                                                                                                                                                                                                                                                    11





Sternberg tahun  2008  menyebutkan  bahwa  kecerdasan  terdiri  dari  tiga  aspek atau dikenal dengan triarkis teori (triarchic theory), yaitu: componential, experiential, berwawasan, dan kontektual adalah aspek praktis. Kebanyakan tes kecerdasan (Tes IQ) hanya  mengukur  kecerdasan  komponensial,  walaupun  ketiganya  diperlukan  untuk memprediksi keberhasilan akhir seseorang dalam hidupnya. Dengan demikian peserta didik harus belajar untuk memecahkan aneka masalah.
                                                    Dapat dijelaskan bahwa kecerdasan komponensial (componential intelligence) bermakna   kemampuan   untuk   menggunakan   strategi   pemrosesan   informasi   ketika peserta   didik    mengidentifikasi    dan    berfikir    tentang   pemecahan    masalah    dan mengevaluasi  hasil.  Individu  yang  kuat  dalam  kecerdasan  komponensial  umumnya memperoleh  hasil  baik   pada  tes  mental  standar.  Juga  terlibat  dalam  kecerdasan komponensional  adalah  metakognisi  (metacognition),  yang  merupakan  sebuah  proses kesadaran  kognitif  seseorang,  suatu  kemampuan  pribadi  yang  oleh  beberapa  ahli  di klaim sangat penting untuk memecahkan masalah.

Kecerdasan   eksperiensial   (experiential   intelligence)   adalah   kemampuan metrasfer  pembelajaran  secara  efektif  untuk  memperoleh  keterampilan  baru.  Dengan kata lain, kecerdasan ekperiensial adalah kemampuan untuk membandingkan informasi lama  dan  baru,  dan  untuk  menempatkan  fakta  bersama  dengan  cara-cara  yang  asli. Inividu  yang  kuat  dan  kecerdasan  ekperiensial  atau  kecerdasan  pengalaman  mampu mengatasi dengan baik hal-hal baru dan cepat belajar membuat tugas-tugas baru secra otomatis.

Kecerdasan  kontekstual  (contextual  intelligence)  adalah  kemmpuan  untuk menerapkan  kecerdasam  praktis,  termasuk  memiliki  kepedulian  sosial,  budaya,  dan konteks  historis.  Individu  yang  kuat  dalam  kecerdasan  kontekstual  dengan  mudah beradaptasi  dengan  lingkungan  mereka,  dapat  berubah  ke  lingkungan  lainnya,  dan bersedia  memperbaiki  lingkungan  mereka  bila  diperlukan.  Suatu  bagian  penting  dari kecerdasan   kontekstual   adalah   pengetahuan   diam-diam   (tacit   konowladge)   atau perolehan pengalaman yang “cerdas” yang tidak secara langsung diajarkan. Contohnya, adalah  mengetahui  cara  memotong  alur  kerja  birokrasi  kelembagaan  dan  manuver melalui sistem pendidikan dengan paling sedikit menimbulkan kerumitan.


3.   Karakteristik Aspek-Aspek Perkembangan Peserta Didik secara Bahasa

Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar, atau lukisan. Dengan bahasa, semua manusia dapat mengenal dirinya, sesama manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama. Usia sekolah dasar ini merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata. Pada masa ini, anak sudah menguasai sekitar 2.500 kata, dan apada masa akhir (usia 11-12 tahun) telah dapat menguasai sekitar 500.000 kata ( Syamsuddin, 1991). Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau mendengarkan cerita yang bersifat kritis. Pada masa ini tingkat pemikiran anak lebih maju, dia banyak menanyakan waktu dan sebab akibat. Oleh sebab itu kata yang digunakanpun yang semula hanya “apa” sekarang sudah diikuti dengan pertanyaan “dimana”, “darimana”, “kemana”, “mengapa”, dan “bagaimana”.

Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu sebagai berikut:

a.  Proses jadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ- organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
b.  Proses belajar, yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan/kata-kata yang didengarkannya. Kedua proses ini berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak, sehingga pada usia anak memasuki sekolah dasar sudah sampai pada tingkat dapat membuat kaliamat yang lebih sempurna, dapat membuat kalimat majemuk, dan dapat menyususn dan mengajukan pertanyaan.








Di sekolah diberikan pelajaran bahasa yang dengan sengaja menambah perbendaharaan katanya, mengajar menyusun struktur kalimat, peribahasa, kesustraan, dan keterampilan mengarang. Dengan dibekali pelajaran bahasa ini, diharapkan peserta didik dapat menguasai dan mempergunkannya sebagai alat untuk:

a.   Berkomunikasi dengan orang lain. b.   Menyatakan isi hatinya.
c.   Memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya. d.   Berpikir (menyatakan gagasan atau pendapat).
e.   Mengembangkan kepribadiannya, seperti menhyatakan sikap dan keyakinannya


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Perkembangan     kognitif     merupakan     perubahan     kemampuan     berpikir     atau intelektual.periode   ini   adalah   tahap   dimana   kemampuan   berpikir   manusia   mengalami peningkatan  yang  cukup  signifikan  terutama    pada  awal  kelahiran,  sejalan  dengan  otak perkembangan    biologis.    Aspek-aspek    pertumbuhan    dan    perkembangan    antara    lain: perkembangan kecerdasan/intelek, temperamen (emosi), sosial, bahasa, bakat khusus  dalam perbedaan    individual    unik.    Prinsip-prinsip    perkembangan    peserta    didik    meliputi perkembangan   adalah   proses   yang   tak   berakhir,   setiap   anak   bersifat   individual   dan berkembang sesuai dengan perkembangannya, semua aspek perkembangan saling berkatan, perkembanagan berlangsung dari kemampuan bersifat umum menuju ke bersifat khusus, serta perkembangan itu terarah dan dapat diramalkan.




DAFTAR RUJUKAN

Danim, S. 2010. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Alfabeta.

Yusuf, Syamsu. 2014. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Karso, dkk (Ed). 1982. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Pusat Perkembangan

Penataran Guru Tertulis, Depdikbud.

Hurlock, Elizabeth. 1980. Terjemahan Istiwidayanti dan Soedjarwo. Psikologi

Perkembangan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Syamsyuddin, Abin. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PPB-FIP IKIP Bandung.

Sternberg, Robert. (2008). Psikologi Kognitif. Edisi Keempat. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Piaget, Jean. 2002. Tingkat Perkembangan Kognitif. Jakarta: Gramedia.






























16

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGORGANISASIAN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN DI SEKOLAH

MUTASI DAN DROP OUT PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI 6 MALANG

INFORMASI SINTAKSIS, SEMANTIK DAN PRAGMATIK